Bukit Paralayang, Puncak
Sabtu, 03/10/2009. Menggunakan sepeda motor para pengamat burung yang tergabung di Sahabat Burung Indonesia info dan Raptor Indonesia berangkat menuju Bukit Paralayang atau yang dikenal orang dengan bukit Gantole, Puncak Bogor. Ada apa disana? Apa mereka mau mengamati orang terbang menggunakan Parasut?. Jelas tidak. Mereka, termasuk saya sendiri yang ikut juga dalam rombongan itu pergi ke puncak bermaksud untuk mengamati Raptor yang melakukan migrasi musim dingin. Ratusan bahkan ribuan burung pemangsa yang terdiri dari Elang Alap Cina,Accipiter soloensis, Elang Alap Jepang,Accipiter gularis dan Sikep Madu Asia,Pernis ptilorhynchus orientalis melakukan migrasi ke indonesia ketika di tempat asalnya sedang terjadi musim dingin sehingga untuk bertahan hidup mereka sulit. Untuk itu setiap musim dingin berlangsung mereka melakukan migrasi dan kembali lagi ketika musim semi berlangsung.
Puncak, merupakan tempat yang paling banyak ditemukan jumlah yang melintas jika dibanding dengan daerah lain di Bogor. Di tempat itu setiap tahunya dilakukan pengamatan bersama untuk mengetahui jumlah dan jenis yang bermigrasi. Nah, saya dan beberapa teman dari Sahabat Burung Indonesia Info dan Raptor Indonesia meluncur kesana untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan para pengamat burung lainya setiap tahun di tempat tersebut. Berangkat dari depan Masjid Agung Bogor jam setengah sembilan pagi. Sempat terkena macet di kawasan pasar Cisarua menuju Taman Safari Indonesia. Hampir setiap kendaraan yang tersendat berplat nomor B yang berarti pengendara yang melintas ke arah puncak bukan berasal dari warga Bogor melainkan dari jakarta. Kami yang menggunakan sepeda motor tidak sampai terkena macet cukup lama dan kami sampai di pucak paralayang sekitar pukul 09:30. Belum ada aktivitas yang cukup rame di tempat itu. Ada satu orang yang terlihat sudah memasang Monocullare. Orang yang dimaksud itu ternyata dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Akhirnya kami bergabung di bukit paralayang dan segera mengeluarkan peralatan pengamatan seperti Binocullare dan monocullare serta buku panduan pengamatan. Menurut keterangan Edie dari Taman Nasional yang juga anggota Mata Elang, dari waktu dia datang ke tempat tersebut belum sempat terlihat raptor migrant yang melintas.
Kami yang baru datang langsung mengarahkan Binocullare kami ke arah bukit-bukit yang ada di sekeliling bukit paralayang dan kumpulan-kumpulan awan yang di indikasikan tempat keluarnya para pengembara dari utara itu. Setelah beberapa kali melakukan hal itu ternyata si raptor yang diharapkan bisa dilihat ternyata masih belum keluar.
Saya menyempatkan untuk berbincang dengan para pedagang makanan yang ada di tempat tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai raptor yang bermigrasi. Para pedagang makanan seperti Batagor,Gorengan dan Minuman sakoteng adalah orang yang hampir sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat itu adalah orang-orang yang pasti tahu begitu raptor-raptor yang bermigrasi itu melintas di gantole. Salah seorang pedagang sakoteng yang tahun lalu menemani saya pengamatan menuturkan kalau burung migran itu masih sepi. Hanya beberapa ekor saja sekitar dua hari yang lalu terlihat melintas. Si akang penjual sakoteng itu menyebutkan kalau yang melintas itu dari jenis Elang Alap. Dari hasil perbincangan saya dengan penjual sakoteng itu dapat disimpulkan kalau awal oktober ini memang masih sepi jumlah yang bermigrasi.
Salah satu teman yang mengarahkan binocullare-nya ke arah bukit sebelah utara melihat ada penampakan elang yang sedang melakukan soaring. Dengan menggunakan Monocullare bisa dapat hasil penglihatan yang maksimal saya mengarahkan monoculare ke arah yang di tunjukan teman saya dari Raptor Indonesia itu. Setelah jelas dan berhasil teridentivikasi ternyata yang sedang soaring itu Elang Hitam,Ictinaetus malayensis. Dia soaring dan terbang meluncur ke bukit yang lain. Tidak lama berselang dari waktu perjumpaan dengan elang hitam, di bukit sebelah selatan kembali terlihat satu ekor elang yang sedang melakukan soaring juga. Setelah di identivikasi ternyata masih bukan jenis yang bermigrasi karena itu adalah Elang Jawa,Spizaetus bartelsi.
Waktu terus beranjak menuju siang. Lokasi paralayang mulai rame di datangi pengunjung. Baik yang hendak mencoba Paraglyding maupun yang sekedar berkunjung menikmati suasana puncak yang panas tapi udara terasa sejuk. Sekitar Pukul 13.00 kami memtuskan untuk istirahat sejenak apalagi cuaca sudah mulai agak gerimis. Tidak lama setelah kami berada di warung yang menyediakan banyak makanan cuaca berkabut dan hujan. Menariknya setelah turun hujan burung-burung seperti Kacamata biasa,Zosterops palpebrosus, Cucak Kutilang,Pycnonotus aurigaster dan Cabai Gunung, Dicaeum sanguinolentum, tiba-tiba muncul di hadapan kami. Jumlah yang paling banyak adalah burung kacamata biasa asik bermain di pucuk-pucuk pohon Kaliandra. Teman saya Alek tidak mau melewatkan moment ini untuk segera memotret burung-burung kecil itu. Panca dan Mono juga tak mau ketinggalan. Bermodalkan kamera digital pocket dan Monocullare mereka mencoba untuk memotret dengan metoda digiscoping. Begitu selesai mengambil gambar merekapun langsung menunjukan hasil masing-masing dan saling membanggakan hasil yang mereka peroleh. Dan hasil yang bias dibilang lumayan bagus adalah mereka yang menggunakan digiscoping.
Setelah cuaca kembali terang kami pun kembali ke lokasi pengamatan dengan harapan raptor migran itu akan muncul. Tapi memang musimnya masih sepi jadinya masih saja belum muncul. Ketika sedang duduk-duduk datang Pak David yang akrab di panggil Opah David. Banyak berbincang dengan pa David mengenai raptor migran yang melintas. Beliau menuturkan kalau minggu-minggu ihi masih sepi. Hanya bebepara Jenis Elang Alap tapi untuk jenisnya tidak teridentifikasi.
Waktu menunjukan jam empat sore dan kami memutuskan untuk mengakhiri kegiatan kali ini dan pulang. Cuaca juga kembali mendung. Baru keluar dari lokasi paralayang gerimis turun lagi dan kami pun berhenti di salah satu warung untuk berteduh. Hasil yang didapat adalah kami belum melihat adanya raptor yang bermigrasi. Hanya beberapa Hirundo rustica yang sempat terlihat terbang berkelompok dalam jumlah 15-25 ekor dalam kelompoknya.
Akhirnya, pengamatan minggu pertama migrasi raptor menunjukan kalau minggu pertama ini masih sepi. Mudah-mudahan minggu berikutnya hasilnya lebih memuaskan.