Paok Sintau (Pitta caerulea) –burung yang John MacKinnon amati sekali dalam kurun satu abad terakhir — akhirnya saya temukan!
Hutan Way Rilau, Lampung mengajak saya kembali di medio 2011. Sebelumnya pada tahun 2010 pada bulan mei saya telah bertandang dengan tujuan yang sama dengan sekarang, yaitu survei untuk persiapan pelepasliaran Beruk (Macaca nemestrina). Hutan Way Rilau –atau kebanyakan orang menyebutnya Hutan Batutegi– memiliki luas 42.040 hektare dan merupakan water catchment area. Bendungan Batutegi yang dibangun pada 1995-2003 berada di antara perkebunan kopi dan lada.
Saat tim tidak sedang monitoring, saya pun tak membuang waktu begitu saja. Dengan modal binokular, pengamatan burung menjadi kegiatan yang membuat saya selalu tertarik untuk menjelajah hutan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Pada hari pertama sekitar pukul 7.00 WIB, sebelum memulai aktivitas pengumpulan data pendukung untuk keperluan pelepasliaran Beruk, saya mulai pengamatan. Dalam perjalanan menuju lokasi Camp Bantuan ada satu burung yang menghabiskan banyak waktunya di lantai hutan.
Dari bentuk dan warnanya saya memastikan itu adalah Paok Sintau (Pitta caerulea). Menurut buku karangan John MacKinnon, jenis itu hanya pernah ia amati dalam kurun waktu satu abad terakhir. Wow, saya beruntung sekali!
Yang menjadi catatan baru untuk daftar burung saya yaitu Sempur Hujan Darat (Eurylaimus ochromalus), Meninting Cegar ( Enicurus ruficapillus), Seriwang Asia (Terpsiphone paradise), Paruh Kodok Besar (Batrachostonus auritus), Cabak Maling (Caprimulgus macrurus), dan Cirik-Cirik Kumbang (Nyctyornis amictus). Kecuali Paok Sintau, jenis-jenis di atas mudah kita temukan di Way Rilau.
Selain pagi dan siang hari, pengamatan malam hari pun tak kalah mengasyikkan. Saya beberapa kali melakukannya bersamaan dengan kegiatan survei Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) di sekitar perkebunan kopi. Burung malam yang sempat teramati antara lain Celepuk Reban (Otus lempiji), Paruh Kodok Besar (Batrachostonus auritus), Pungok Cokelat (Ninox scutulata), Celepuk Gunung (Otus spilocephalus), dan Cabak Maling (Caprimulgus macrurus). Pengamatan malam ternyata membutuhkan esktra kejelian dan kesabaran. Mulai dari mencari posisi si burung yang susah terlihat sampai cara memotret agar mendapatkan gambar bagus.
Tiap pagi, saya kerap menemukan pula Elang Ikan Kecil (Icthyophaga humilis) yang selalu nongkrong di pohon kering depan camp utama dan Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) yang bertengger di pucuk kayu besar di atas bukit. Ah, Way Rilau memang menyimpan keunikan fauna. Anda berminat menemukannya juga?
Note: Artikel ini sebelumnya sudah terlebih dahulu di Publish di Website Burung Nusantara