Ini merupakan kegiatan saya di Jawa Timur yang kesekian kalinya bersama Balai Besar KSDA Jawa Timur. Semua berawal dari cerita Mas Fajar yang tidak lain merupakan PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) BBKSDA Jawa Timur di Bogor sewaktu kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Konservasi Jenis yang diadakan oleh KKH – PHKA* (Konservasi Keanekaragaman Hayati). Singkat cerita pada waktu itu dia cerita kalau mau survey Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea abbotti), anak jenis kakatua yang ada di Jawa dan terancam punah. Karena pada saat itu bimtek yang di Bogor terkait Elang Jawa(Nisaetus bartelsi) maka ujung – ujungnya adalah “Kapan kita survey Elja di Ijen sekalian cek Sylvia(nama elang jawa)?”. Nah, awal Juni lalu ajakan itu dating kepada saya untuk ikut ke Pulau Masa Kambing monitoring populasi kakatua dan terus terang tak tega saya harus menolak ajakan itu. Hehe,.
Jogja – Surabaya apa Sidoarjo?
Senin 4 Juni 2013 berangkat dari Jogja menuju Surabaya, langsung menuju kantor balai besar sekalian ikut kagiatan Workshop Kukang dan Permasalahannya di Indonesia yang diinisiasi oleh Yayasan IAR Indonesia, organisasi tempat dulu saya bekerja. Jadi bisa sekalian reuni dengan beberapa kawan yang hadir di workshop itu. Sebentar, saya akan sedikit koreksi tempat ya,. Sebenarnya kantor Balai Besar KSDA yang berada di Jalan Djuanda itu di Surabaya apa di Sidoarjo? Padahal itu bandara masuknya kabupaten sidoarjo lho,. Dan saya lebih senang menyebutnya Sidoarjo.
Dari jogja menggunakan bus malam Patas Eka, bus langganan kalau saya pergi ke Surabaya. Mungkin karena terminal tujuannya itu di Surabaya maka kalau ke BBKSDA itu ya bilang Surabaya. Heee,.. Berangkat jam sebelas malam sampai di terminal bungurasih Surabaya jam enam pagi. Perjalanan normal tanpa macet. Yang gak normal perut saya karena sampai Surabaya masih murus. Weekkk,.. Sesampaianya di terminal bungurasih hal pertama yang saya lakukan adalah mandi, ganti baju dan sarapan. Itu hal pertama yang penting dan harus saya segerakan. Bahaya kalau hal itu tidak saya lakukan. Pertama, kalau ndak mandi pasti baunya gak enak. Kedua, kalau ndak sarapan bahayanya adalah sakit perut dan ndak bias konsentrasi. Setelah semua itu saya lakukan selanjutnya adalah cari taksi dan menuju kantor balai. Nah, dari terminal bungurasih menuju kantor balai ini ada cerita menarik(menarik gak yaa??). Pas keluar terminal tiba- tiba ada seorang bapak tua yang memanggil si sopir taksi dan taksi pun berhenti. ” mohon izin teman saya boleh ikut ya, mas? Aman kok, dia teman saya. Kasihan sudah tua”. Pas saya lihat memang sudah tua sih itu bapak. ” Iya, mas. Ndak apa – apa ” dan si bapak tua itu pun ikut. Di dalam taksi sepanjang perjalanan menuju sidoarjo dua orang kawan itu ngebanyol terus ditambah dengan sedikit pisuhan khas Surabaya. Ternyata si bapak tadi itu memang kawan yang lebih pantas dipanggil sesepuhnya sopir taksi di terminal bungurasih, Surabaya.
Seperti waktu – waktu yang lain jam tujuh di kantor balai ksda sudah ramai pegawai yang masuk kerja. Apalagi ada apel pagi plus harus absen pagi menggunakan cap jempol di mesin absen ( bahasa kerenya Finger Print),. Seharian saya berada di kantor balai, ikut workshop dan dapet sertifikat, bertemu kawan lama sampai tidur diruang radio sekalian menunggu 2 kawan dari jogja, Zulfikar dan Joko yang juga ikut di tim monitoring kakatua. Mereka berangkat selasa pagi (05/06/13) dari jogja.
Keberangkatan
Zul dan Joko sampai di sidoarjo, rumah mas fajar sekitar jam Sembilan dan kami berangkat jam sepuluh menuju sumenep karena kapal menuju Masalembu jam enam pagi. Kami berlima berangkat menuju kantor bksda seksi wilayah sumenep, Madura dan dilanjutkan pagi menggunakan kapal perintis menuju pulau masalembu. Mungkin karena capek jadi di mobil meskipun berhimpit-himpitan masih bias tidur. Meskipun beberapa kali kepala kena bagian atas mobil. Kali ini sopirnya rada – rada mbalap,. Karena tidur itulah saya ndak tau kalau menyeberang jembatan Suramadu yang katanya indah di malam hari.
Kami sampai di sumenep sekitar jam dua malam, masih ada waktu tiga jam untuk melanjutkan tidur tanpa goncangan.
Suasana dermaga penyeberangan Kalianget, Sumenep pagi itu (06/06/13) sudah ramai dengan penumpang yang akan berangkat ke Masalembu. Hari itu kapal yang berangkat adalah Sabuk Nusantara. Kapal perintis untuk penyeberangan di Kepulauan Madura, Kangean sampai Masalembu. Selain kepulauan Madura kapal andalan masyarakat masalembu juga menuju Surabaya dan Banyuwangi setiap lima hari sekali. Pagi itu kami berada ditempat yang kami tidak tau apa yang rame mereka obrolkan karena dar segi bahasa Madura dan Jawa pada umumnya itu berbeda. Kami berada di zona roaming.
Kapal berangkat jam tujuh pagi dan kami sudah siap di kasur lagi. Siap untuk perjalanan selama 14 – 18 jam dan hal yang paling tepat untuk menghindari mabuk adalah tidur. Tas baju jadi bantal cari posisi masing – masing, urus kehidupannya sendiri – sendiri. Selalu ada hal baru dalam setiap perjalanan. Ragam latar belakang masyarakat yang kita jumpai menjadi catatan baru dalam hidup kita. Perjalanan kali ini pun sebuah catatan menarik bagi saya. Kalau perjalanan darat sampai dua hari dua malam itu sudah biasa. Tapi perjalanan menggunakan kapal laut satu hari adalah hal baru. Sekitar pukul sebelas siang mencoba keluar ke anjungan kapal berharap bisa melihat burung laut yang sekedar mencari makan maupun yang melintasi kapal kami. Sekitar tigapuluh menit berada dianjungan kapal tidak ada burung yang saya lihat. Hanya ikan – ikan yang terlihat terbang diatas permukaan air laut ketika kapal melaju mengusik mereka.
Kapal mulai merapat ke masalembu. Semua penumpang bersiap untuk turun begitu pun kami. Kami memilih untuk turun ketika penumpang lain sudah banyak yang turun. Males berdesak – desakan kalau berbarengan degan penumpang yang lain. Pulau masalembu, pulau yang menjadi pusat pemerintahan kecamatan masalembu. Di pulau yang luasnya tidak jauh beda dengan Karimunjawa itu hanya provider telkomsel yang merajai, jadi bagi yang datang dengan sim card selain telkomsel disarankan membeli sim card baru yang tersedia di toko merah. Di masalembu kami bermalam di gedung terminal dinas perhubungan sebelum pagi melanjutkan perjalanan ke masa kambing.
Taksi Masalembu – Masa Kambing
“daripada carter kapal lebih baik naik taksi saja mas untuk menghindari konflik sesama pemilik kapal”. Taksi? Ada taksi di pulau masalembu yang melayani penyebrangan masalembu ke masa kambing. Haha,. Yang disebut taksi adalah kapal kecil dari masa kambing ke masalembu dan sebaliknya. Tarifnya cukup murah Rp. 10.000,- untuk perjalanan yang ditempuh dengan waktu lebih kurang 2 jam. Yang diangkut taksi itu bukan hanya warga tapi juga sepeda motor milik warga masa kambing. Siang itu selain kami ada juga penumpang lain yang membawa sepeda motor dan dua lemari besar. Perjalanan yang lumayan meningkatkan adrenalin. Bagaimana tidak, di kejauhan terlihat badai kecil (mungkin besar) dan taksi kami pun kena ombak hantam kanan kiri. Kapal oleng sampai – sampai sepeda motor hamper tercebur ke laut. Situasi tegang itu untungnya tidak lama karena terjadi tidak jauh dari masa kambing.
Kapal taksi mulai menyusuri ujung pulau masa kambing. Terlihat di kejauhan burung terbang dan beberapa kapal nelayan yang disandarkan di tepian hutan mangrove. Welcome to Masa Kambing,..