Pulau Masakambing 14:2

Ini merupakan kali kedua saya menyambangi Pulau Masakambing, Kep. Masalembu, Kab. Sumenep, Jawa Timur. Masih dengan tujuan yang sama seperti tahun lalu. Monitoring Kakatua-kecil Jambul-kuning Cacatua sulphurea anak jenis abbotti yang hanya ada di pulau tersebut.

Berangkat dari Pelabuhan Kalianget di Sumenep kami naik Kapal Perintis antar pulau Amukti Palapa. Kapal yang melayani jalur penyeberangan Sumenep – Masalembu – Karamean. Nah, kami turun di Masalembu. Kalau karamean masih 4 jam lagi dari Masalembu. Satu hal yang menjadi momok bagi tim yaitu lamanya perjalanan menuju masalembu. 14 jam di atas kapal. Terlebih lagi bagi yang mabukan, sugestinya sudah pasti mabuk. Apalagi kalau membayangkan kapal bakal digoyang ombak, satu-satunya antisipasi adalah siap-siap plastik kresek di saku celana persiapan kalau terjadi serangan mendadak, atau minum obat anti mabok sebanyak-banyaknya buat penangkal. Dan itu benar dilakukan oleh sebagian besar dari kami. Obat anti mabok langsung masuk pada tegukan air terakhir di warung nasi sebelah terminal. Babi ( nama samaran ) adalah personil yang sangat sigap mengantisipasi kemabukannya itu. Bahkan ketika masih di Sidoarjo sudah siap-siap dengan pil tidurnya itu.

Begitu pemberitahuan kapal akan segera diberangkatkan kami pun langsung masuk ke kapal dan menuju tempat masing-masing. Kebetulan tas kami sudah berada di tempat sesuai dengan nomor yang tertera pada tiket. Tempat itu bukan tempat duduk bangku plastik seperti yang ada di kapal Fery penyeberangan Ketapang – Gilimanuk lho, tapi tempat tidur busa dengan kulit seperti jok mobil dan dijamin anda berkeringat kalau tidur diatasnya. hehe..

Suasana di dalam kapal sudah rame dan penuh penumpang. Bagi yang tidak kebagian tempat tidur kasur busa pun bisa dengan seenaknya ambil dari punya orang. Ujung – ujungnya yang tempatnya tidak ada kasur busanya kelimpungan. Tapi itu tidak terjadi dengan kami. Percuma saja kami bawa polisi berkumis tebal Putra Asli Madura. Biar pun itu Polisi Kehutanan yang penting di seragamnya ada logo  Polda Jawa Timur. Tapi sayang, seragamnya ndak di pakai.

Antimo, obat anti molor

Di dalam kapal tempat tidur kami orang bersebelas tidak jadi satu baris. Di deretan sebelah tujuh orang kecuali Saya, Mas Fajar, Mbak Resia dan Topa. Begitu masuk mereka langsung menempati tempatnya masing – masing dengan posisi sak-sake lah, sing penting tidur nyenyak. Alunan musik dangdut koplo menjadi musik pengantar tidur para penumpang menghabiskan waktu 14 jam menuju Kep. Masalembu.

Deretan sebelah menggunakan jurus ala Babi (nama samaran). Satu sampai dua pil demi keselamatan bersama itu lebih penting. Selain Babi ada Yogie yang sepanjang perjalanan terus tidur. Mungkin kalau dihitung dia hanya menikmati perjalanan laut Kalianget – Masalembu hanya 3 jam saja. Lha wong mung turu kok,..

Saya memang dari dulu menghindari minum Antimo. Cukup dengan jamu Tolak Badai itu sudah membuat perjalanan saya nyaman. Kali ini perjalanan saya juga aman. Kalau di pikir – pikir memang obat anti mabok itu sebenarnya lebih kepada obat tidur. Lha wong efek dari obat itu pasti tidur. Karena tidur itulah si penenggak obat itu jadi gak mabok perjalanan. Makanya saya mengganti nama obat itu “Obat anti molor”

Setelah melalui banyak hal, Tidur, naik turun dek, ngopi, ngPopmie, ngangin dan tidur lagi akhirnya kami pun sampai di Masalembu. Belum juga kapal benar-benar sandar ada satu penampakan dari Masakambing yang masuk ke dalam kapal menyambut kami. Pak Usman namanya, tokoh penting yang akan melengkapi misi kami di Masakambing. Kami malam itu menginap di Pulau Masalembu. Beristirahat menunggu pagi, melepas lelah dan goyangan yang masih terasa sambil membayangkan perjalanan kesokan harinya. Malam itu kami pun lomba mendengkur. Badan capek diyakini semakin besar memicu orang tidurnya mendengkur.

Serangan hebat menuju Masakambing.

Rasanya terlalu panjang kalau saya harus menulis paragraf lanjutan cerita kami mendengkur. Perjalanan menuju lokasi tempur kami pun kami lanjutkan di keesokan harinya. Masalembu – Masakambing membutuhkan waktu 2 – 3 jam menggunakan ‘Taksi’ kapal. Cepat lambatnya tergantung kondisi angin dan ombak yang terjadi pada saat perjalanan. Saya melihat kondisi tidak menguntungkan. Beberapa kapal nelayan memilih sandar di dermaga. Para nelayan memilih membetulkan bagian – bagian jaring yang rusak.

Belum lagi satu kilo perjalanan gelagat tidak baik sudah terlihat. Cipratan air memaksa ABK menutup atap pada kapal kayu yang membawa kami. Bisa dibayangkan, kapal kecil dengan banyak orang, tertutup, panas, sumpek, ditambah asap dari mesin Diesel kapal itu memaksa saya harus mengeluarkan kepala saya supaya terkena angin. Tampak muka – muka pucat menahan mual. Sepertinya terjadi serangan hebat pada bagian perut. Dan benar saja, Babi mengeluarkan tembakan yang sudah Dia khawatirkan dari berangkat. hehe,.

Jika dibanding perjalanan dari Kalianget – Masalembu, maka Masalembu – Masakambing yang ekstrim. 14:2 yang tidak seimbang. Hanya penampakan Pulau Masakambing yang menjadi pereda ketegangan di muka Babi.

6 thoughts on “Pulau Masakambing 14:2

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s