Kodok Merah, Mutiara Langka Dari Tanah Jawa

Kodok Merah atau dengan nama Ilmiah Leptophryne cruentata merupakan Kodok dengan ukuran kecil endemik Pulau Jawa. Kodok merah selain langka persebarannya pun sangat terbatas.

Apakah benar demikian?

Sebenarnya saya juga tidak begitu paham mengenai keberadaan si Kodok Merah. Saya pun baru tahu sekitar beberapa bulan terakhir ini wujud dari kodok merah itu sendiri. Tepatnya 17 April 2014 lalu. Di salah satu kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dimana kodok merah itu juga ditemukan, saya dan beberapa kawan mencoba untuk melihat keberadaan kodok merah itu. Pengalaman baru dan sumber ilmu baru. Biasanya kalau mau lihat kodok tuh malam – malam, lha ini siang – siang kami bisa menjumpai kodok merah siang bolong. Oia, usut punya usut ternyata temuan kodok merah di Gunung Ciremai merupakan temuan persebaran baru untuk Kodok Merah mengingat selama ini diketahui hanya ada di Gunung Gede Pangrango dan Halimun Salak.

Meski kecil dia adalah pejantan tangguh.

Meski kecil dia adalah pejantan tangguh.

 Hari itu setidaknya saya dan kawan – kawan menemukan sekitar 14 (empatbelas) individu Kodok Merah di satu lokasi. Jumlah yang cukup banyak yang bisa dijumpai di siang hari. Informasi lain menyebutkan perjumpaan jenis ini di Gunung Gede Pangrango bisa dibilang cukup sulit. Harus masuk ke Air Terjun dan harus malam. Minimal sudah petang.

Biasa bersembunyi di celah-celah batu

Biasa bersembunyi di celah-celah batu

Yang namanya mutiara biasanya memang tersembunyi dalam tempat tersembunyi. Begitu juga si kodok merah ini. Cukup merepotkan motret jenis kodok ini. Bayangi saja, mereka banyak ditemukan menempel pada batu atau tebing di Air Terjun. Pilih dapet foto apa pilih kamera basah?. Memang ya, kalau mau ambil mutiara itu harus menyelam terlebih dahulu ya,.. hehe. Saya dibantu Iyan sewaktu memotret kodok ini. Saya moto, Iyan pegang payung. Maklum lah, tidak punya kesing untuk under water.

Betina yang cukup besar

Betina yang cukup besar

Kodok Merah sering kali disebut juga sebagai Katak Darah. Kodok Merah dalam bahasa Inggris disebut sebagai Bleeding Toad atau Fire Toad. Selain itu, nama latinnya (Leptophryne cruentata) ini mempunyai arti kurang lebih ‘berdarah’. Ciri yang khas warna merah pada bagian tibia(paha) dan bagian kaki. Warna merah seolah transparant sehingga nampak merah seperti darah. Mungkin hal itulah sehingga para penemunya menamai jenis ini ‘Kodok Merah’.

Jantan (Kiri), Betina (kanan). Seperti kodok pada umumnya, jantan selalu lebih kecil.

Jantan (Kiri), Betina (kanan). Seperti kodok pada umumnya, jantan selalu lebih kecil.

Kodok Merah pun menjadi salah satu hewan langka yang terancam punah. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian IUCN Redlist mencatatnya dengan status Critically Endangered (Kritis). Meskipun di Indonesia sendiri Kodok ini luput dari daftar satwa yang dilindungi. Saya pun termasuk yang beruntung dari sekian banyak teman – teman yang hobi blusukan ke hutan karena bisa menyaksikan langsung Mutiara imut dari tanah jawa ini.

Katak Merah-Ipukan-aap-telur

Telur terbungkus cairan bening (saya ndak tau apa)

Lalu bagaimana tingkat ancaman mereka di alam? Ya,.. ini yang harus menjadi perhatian kita semua. Di Gunung Ciremai lokasi temuan Kodok Merah berada dilokasi yang sering dikunjungi puluhan bahkan bisa mencapai ratusan pengunjung. Pengunjung bisa dipastikan masuk ke kolam air terjun, sedangkan telur – telur dan berudu itu ada di air. Dengan aktifitas manusia yang cukup tinggi di khawatirkan akan mengganggu keberadaan kodok merah di sana.

Mereka menjijikan bagi sebagian orang, tapi Mutiara bagi Alam Semesta,.

Cibeureum – Rhinocypha fenestrata

Cibeureum, Cilimus, Kuningan 24.3.2014

ODONATA: Ini merupakan catatan pertama saya untuk jenis ini setelah empat kali pengamatan di belakang Kantor Resort Cilimus, TN Gunung Ciremai, di Cibeureum, Cilimus, Kuningan. Lokasinya memangg sangat menggoda untuk di telusuri keberadaan harta karun dari khayangan ini. Zyxoma obtusum juga ada lho, cuma yah gitu, mabur terus, belum nemu yang sedang tidur,.. Nama indonesia dari capung ini adalah Capungbatu merah, masuk ke dalam kelompok capung jarum,..

Jantan pra-dewasa

Jantan pra-dewasa

Jantan dewasa

Jantan dewasa

Betina seperti sedang meletakan telur

Betina seperti sedang meletakan telur

Betina dewasa

Betina dewasa

Reptil – Lesser-tree Agamid

Ini dia, jenis binatang yang memunyai ilmu malik rupo, sebuah keahlian tingkat tinggi. Sejajar dengan Angling Darma dan Kian Santang,.. Tapi sayang, kalau yang ini butuh waktu agak lama, berbeda dengan angling darma dan kian santang yang bisa dengan sekedipan mata langsung berubah.

Belum berubah

Belum berubah

Ups,. jadi ngelantur bos,. Yup! Ini dia,. binatang melata, katanya melata, atau melatah?,  entah pun, yang jelas ini yang kita kenal dengan Bunglon. Kalau di pasar-pasar burung kadang pedaganya suka ngapusi,. “ini apa pak?” kalau yang ngawur jawabnya gini ” ini anakan Iguana mas,. ini nanti lama-lama bisa jadi besar“. Gelem- geleme di apusi wong bakulan,..

Warnanya mulai pucat

Warnanya mulai pucat

Ternyata bunglon ini punya nama. Namanya pun keminggris, Lesser-tree Agamid, bahasa ilmiah/latinnya Pseudocalotes tympanistriga. Makasih abang Syahputra yang sudah bantu identifikasi. Ini saya dapat di Taman Nasional Gunung Ciremai blok Condang Amis bersama para sesepuh fotografi dan peneliti (dudu aku penelitine),.

bukan dinosaurus

bukan dinosaurus

Ada 4 individu di satu lokasi,. Sepertinya memang waktunya jenis ini menetas (?) karena sebagian besar perjumpaan dengan jenis ini pasti masih individu Juvenile.

Close-up

Close-up

 

Anggrek – Epipogium roseum (D.Don) Lindl.

Untuk sementara saya posting yang chibi-cibi dulu. Kali ini Anggrek saprofit dari genus Epipogium. Tahun lalu sempat terlewat untuk motret jenis Epipogium roseum yang ada di Merapi. Waktu itu bunga sudah rontok dan hanya tersisa batang. Alhamdulillah, bulan ini saya ketemu jenis ini di dua lokasi yang berbeda dengan tingkat bunga mekar yang berbeda. Pertama saya nemuin jenis ini di Taman Nasional Gunung Ciremai, blok Condang Amis dengan ketinggian 1.250 m dpl saat ikut survey Kehati. Sebenarnya saya bagian ambil data burung, tapi kalau ada anggrek ya saya ikutan motret juga. Kebetulan jalan bareng tim Anggrek dan Mamalia.

Taman Nasional Gunung Ciremai, 18/11/13

Taman Nasional Gunung Ciremai, 18/11/13

Ok, kalau sudah begini apakah anda sebagai orang awam sama seperti saya akan berpikir bahwa yang anda temukan itu adalah anggrek? Ketika anda hanya menemukan batang putih tumbuh dari umbi coklat dan tidak ada ciri maupun label yang bilang kalau itu anggrek. Hanya ketika kita bersama orang-orang yang tau dan paham betul tentang anggrek. Saya pun begitu, kalau jalan sendiri di hutan apalagi belum pernah lihat sebelumnya pasti akan cuek dengan apa yang saya lihat. Kecuali memang ciri anggreknya terlihat.

Taman Nasional Gunung Ciremai, 18/11/13

Taman Nasional Gunung Ciremai, 18/11/13

Di lokasi itu ada 3 individu yang terlihat mulai berbunga. Dan, setelah mata dibuka sambil pecicilan ternyata disekitar lokasi tumbuhnya bunga – bunga ini ternyata banyak yang sudah rontok dan tinggal batang yang banyak terinjak – injang pendaki. Kang Anwar Muzakir lah yang jadi mata bagi saya untuk anggrek di TNGC.

Berikutanya adalah ketika perjalanan saya ke Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, Jawa Timur,  bersama teman – teman dari Balai Besar KSDA Jawa Timur dalam rangka cek keberadaan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di kawasan tersebut. Di selokan panjang peninggalan kekuasaan Jepang yang sudah dipenuhi dengan serasah yang menjadi media tumbuh si putih ini ada 3 individu yang sudah mekar penuh.

Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, 26/11/13

Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, 26/11/13

Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, 26/11/13

Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, 26/11/13

Epipogium, menurut Sulistyono (2011) dalam bukunya Anggrek Merapi, jenis ini merupakan anggrek yang tumbuh di daerah teduh dengan substrat yang kaya humus. Untuk bunga memang tidak pernah mekar penuh, umumnya terpolinasi sendiri. 

Ciremai – Brown-throated Barbet

Selalu ada yang baru ketika kita datang ke suatu tempat. Begitu juga dalam perjalanan saya ke Taman Nasional Gunung Ciremai yang terakhir ini. 83 jenis burung masuk dalam catatan saya dan beberapa merupakan jenis endemik jawa. Tak terkecuali yang satu ini. Namanya Takur Bututut dengan nama ilmiar Megalaima corvina selain endemik juga masuk dalam daftar jenis burung yang dilindungi UU No. 5/1990, PP No. 7/1999. Jenis ini saya temukan di Blok Seda, Resort Mandirancan, Kuningan. Kalau jenis takur di lokasi itu bisa dibilang banyak. Sediktnya 6 jenis takur yang saya bisa identifikasi seperti Takur Tulungtumpuk, Takur Bultok, Takur Ungkut-ungkut, Takur Torhtor, Takur Tenggeret dan Takur Bututut ini. Cuma saya hanya satu jenis saja yang bisa saya dokumentasikan.

Tampak dari depan [ Asman Adi Purwanto 2013]

Tampak dari depan [ Asman Adi Purwanto 2013]

Tampak dari samping [ Asman Adi Purwanto 2013]

Tampak dari samping [ Asman Adi Purwanto 2013]